Kerangka Strategi
Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi Pembangunan
Purbalingga yang telah diuraikan diatas, diperlukan kerangka strategis
agar proses dan langkah perwujudan visi dan misi dimaksud dapat lebih
terarahkan, yakni dengan cara menterpadukan secara harmonis
penyelenggaraan tugas pemerintahan, tugas pemberdayaan masyarakat dan
tugas pembangunan.
Dengan ditopang 2 (dua) pilar hasil pelaksanaan tugas
pemerintahan yang baik dan upaya pemberdayaan masyarakat khususnya
dengan dilibatkannya secara aktif masyarakat dalam tatanan sosial yang
berkeadilan, maka penyelenggaraan tugas pembangunan dengan
program-program prioritas dan terarah diharapkan dapat mencapai atau
mewujudkan visi dan misi pembangunan Purbalingga yang telah ditetapkan.
Adapun Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan, Tugas Pemberdayaan Masyarakat, dan Tugas Pelaksanaan Pembangunan secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan yang diorientasikan pada :
- Dikembangkannya kepemimpinan dialogis di setiap tingkatan.
Kepemimpinan dialogis merupakan pengejawantahan dari sifat kepemimpinan demokratis, dimana pemimpin harus dapat ngemong, ngayomi dan nyukupi, yang berarti bersikap terbuka dan tanggap terhadap tuntutan dan aspirasi serta keluhan masyarakat.
- Terjalin dan terbinanya hubungan kekuasaan yang proporsional, konstruktif dan harmonis.
Bahwa sumbu-sumbu kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif) harus terkoordinasikan dalam suatu mission untuk mengangkat harkat, martabat dan kesejahteraannya masyarakat, serta komitmennya dalam pemberantasan KKN. Dimana hubungan kekuasaan tersebut harus berjalan secara proporsional dan konstruktif dengan menghindari adanya tindakan saling intervensi kewenangan.
- Reorientasi dan revitalisasi pelayanan kepada masyarakat.
Dalam rangka menciptakan pelayanan prima kepada masyarakat, maka perlu dilakukan perubahan sikap mental aparat/birokrat dari penguasa atau pangreh menjadi pelayan atau abdi masyarakat. Profesionalitas birokrasi harus diarahkan untuk melayani masyarakat. Pengelolaan kekayaan daerah harus dilakukan secaratransparan, bersih dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan. Namun demikian, kesejahteraan pegawai negeri perlu mendapat perhatian guna menciptakan aparatur yang bebas dari KKN, bertanggung jawab, profesional, produktif dan efisien.
- Penyiapan Sumber Daya Manusia / SDM yang berkualitas dan perangkat lunak yang efektif.
Dengan adanya tekad mewujudkan otonomi yang luas dan utuh pada daerah kabupaten/kota, maka tantangan dan permasalahan pembangunan akan berada ditingkat kabupaten/kota. Untuk itu, kabupaten/kota harus segera menyiapkan SDM yang memadai khususnya dari sisi kualitasnya sampai dengan tingkat desa/kelurahan. Demikian pula perangkat lunak khususnya yang berupa produk-produk peraturan daerah yang masih bersifat sentralistik / top down perlu segera ditinjau dan ditata kembali untuk mewujudkan pemberdayaan rakyat secara nyata.
- Mendorong berkembangnya jiwa kewirausahaan di kalangan Aparatur Pemerintah (reinventing government).
Dengan memperhatikan bahwa kehidupan perekonomian menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan di dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka di dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu dilandasi pula dengan jiwa kewirausahaan. Dengan demikian tugas pemerintah daerah tidak hanya siap untuk membelanjakan, akan tetapi harus berupaya keras di dalam me-manage sumber-sumber pembiayaan pembangunan dengan prinsip ekonomi tanpa mengabaikan fungsi sosialnya.
- Mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Reformasi telah melahirkan tuntutan masyarakat agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus dilaksanakan secara transparan dalam arti mementingkan pertanggungjawaban terhadap publik / masyarakat luas. Sedangkan akuntabilitas adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan mission suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
- Dikembangkannya kepemimpinan dialogis di setiap tingkatan.
- Penyelenggaraan Tugas Pemberdayaan Masyarakat yang diorientasikan pada :
- Penguatan Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan.
Bahwa pengembangan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di perdesaan maupun perkotaan seperti BPD, LKMD / LMD, PKK, Dasa Wisma, KPD, LSM, lembaga-lembaga perkoperasian dan perekonomian masyarakat perdesaan, diharapkan mampu mengambil peran yang lebih besar dalam proses pembangunan.
- Berkepihakan kepada masyarakat lemah / miskin.
Bahwa kesempatan yang muncul dari ekonomi yang terbuka hanya dapat dimanfaatkan oleh golongan ekonomi yang lebih siap dan maju. Perbedaan dalam hal pemanfaatan kesempatan ini akan mendorong munculnya perbedaan tingkat kemajuan. Ketidaksamaan dalam mendapatkan kesempatan akan menyebabkan timbulnya masalah pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan. Dalam menghadapi masalah seperti ini, pemerintah harus memberi perhatian khusus kepada golongan ekonomi yang masih tertinggal. Perhatian khusus itu dapat diwujudkan melalui langkah-langkah strategis yang langsung memperluas akses rakyat kepada sumber daya pembangunan dan penciptaan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Pemihakan dapat pula diwujudkan melalui penyempurnaan mekanisme pengelolaan keuangan daerah yang lebih diarahkan untuk pembangunan sarana dan prasarana guna mendorong pengembangan kegiatan sosial ekonomi rakyat.
- Penyadaran Kode Etik Usaha.
Untuk memacu arus modal masuk ke daerah, maka perlu segera dimasyarakatkan kode etik usaha yang kondusif dan menarik bagi para pemodal dari dalam maupun luar negeri. Disamping itu, perlu pula digalakkan program kemitraan dan kebersamaan antara pihak yang sudah maju dengan pihak yang belum berkembang. Praktik-praktik monopoli, oligopoli dan praktik perdagangan yang memberatkan rakyat perkotaan maupun perdesaan seperti sistem ijon, rentenir, dan sebagainya harus dihapuskan.
- Pengembangan iklim dan pola-pola kemitraan.
Dalam rangka memacu tumbuh dan berkembangnya perekonomian rakyat maka perlu dikembangkan adanya bentuk usaha bersama melalui pendekatan kelompok. Kegiatan sosial ekonomi yang dikembangkan oleh kelompok penduduk diharapkan dapat mendorong kemandirian yang berkelanjutan. Sejalan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan pula pola kemitraan antara pihak / golongan yang sudah maju dengan golongan masih belum berkembang melalui program pemagangan, bapak angkat dan sebagainya.
- Reposisi masyarakat sebagai pemilik pembangunan.
Bahwa masyarakat disamping sebagai obyek juga sebagai subyek pembangunan. Oleh karenanya pelaksanaan pembangunan bukan monopolinya pemerintah, akan tetapi juga menjadi milik masyarakat. Dalam kaitan ini masyarakat harus dilibatkan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan bahkan sampai pengevaluasian terhadap pelaksanaan pembangunan. Dengan demikian, maka masyarakat akan merasa memiliki hasil-hasil pembangunan itu sendiri. Hal ini, akan menimbulkan kesadaran dan rasa tanggung jawab masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
- Pengembangan paham kebangsaan dan kehidupan yang religius / agamis.
Bahwa paham nasionalisme/ kebangsaan perlu dijadikan acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk pula dalam penyusunan kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demikian pula norma-norma agama harus menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Praktik beragama memegang peranan sentral dalam membangun karakter bangsa dan masyarakat. Disamping itu, peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu diletakkan dalam posisi yang strategis.
- Membuka akses informasi.
Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang didukung oleh berbagai sektor, maka diperlukan adanya suatu koordinasi dan networking yang optimal. Sehubungan dengan hal tersebut, dan terlebih-lebih pada era globalisasi ini, maka informasi yang menjadi suatu hal yang sangat strategis oleh karenanya pemerintah harus memberikan fasilitas adanya pusat dan jaringan sistem informasi yang dapat menopang pelaksanaan pembangunan disegala bidang.
- Penguatan Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan.
- Penyelenggaraan Tugas Pembangunan
Disamping Tugas Pemerintahan dan Tugas Pemberdayaan Masyarakat, faktor lain yang harus diperhatikan adalah penyelenggaraan tugas pembangunan yang lebih terarah, meliputi:
- Bottom up dan local planning.
Partisipasi berarti perencanaan pembangunan daerah diselenggarakan dengan melibatkan seluruh komponen pemerintah maupun masyarakat seperti perangkat daerah / desa, lembaga-lembaga kemayarakatan, organisasi profesi, perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga-lembaga perekonomian / perkoperasian, lembaga legislatif, dan masyarakat luas. Sedangkan bottom up dan local planning berarti rencana program / proyek pembangunan daerah benar-benar datang/ disusun dari bawah yaitu masyarakat dan berdasarkan pada kondisi serta kebutuhan nyata di lapangan.
- Penajaman prioritas pembangunan.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari pelaksanaan pembangunan yang didukung dengan pembiayaan yang terbatas, maka perlu dilakukan upaya penajaman prioritas agar kegiatan pembangunan benar-benar terarah pada penyelesaian permasalahan mendesak yang dihadapi oleh masyarakat. Disamping itu, perlu diwujudkan pula keserasian dan keterpaduan pembangunan baik antar sektor, antar daerah, antar desa dan kota, antar pelaku pembangunan, serta antar program daerah dan program pusat. Dengan demikian akan terjadi suatu sinergitas dari seluruh program diberbagai aspek yang kesemuanya diarahkan pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Upaya penajaman prioritas dan keterpaduan program pembangunan pada proses perencanaan pembangunan daerah harus didukung oleh data dan informasi yang akurat.
- Bottom up dan local planning.
Post a Comment