Usman Janatin adalah pahlawan
nasional Indonesia yang dihukum gantung di Singapura pada 17 Oktober
1968. Sebagai prajurit Angkatan Laut, Usman menjadi bagian dari prajurit
perang yang dicanangkan pemerintah RI terhadap Malaysia ketika itu. Ia
melakukan pengeboman gedung Mac Donald House di Singapura, yang ketika
itu menjadi bagian wilayah Malaysia. Atas jasa dan pengorbanannya Usman
Janatin mendapat gelar pahlawan dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata.
Namun
selepas itu sosoknya sebagai pahlawan nyaris dilupakan. Nama Usman
Janatin masih asing terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Usman
Janatin baru kembali diingat ketika namanya dan rekannya, Harun Said
mendadak menjadi perbincangan hangat di Tanah Air terkait penggunaan
nama keduanya sebagai nama Kapal Perang TNI. Ide dan keputusan TNI ini
mendapat protes keras dari pemerintah Singapura yang tersinggung dengan
pilihan nama tersebut.
Selama
berminggu-minggu polemik Kapal Perang Usman Harun menjadi isu penting
hubungan kedua negara. Polemik tersebut juga memancing sejumlah reaksi
dan pendapat dari masyarakat Indonesia. Sempat mereda, Usman-Harun
kembali memantik ketersinggungan Singapura berkat “kemunculan” dua sosok
prajurit tersebut yang diperankan oleh orang lain dalam sebuah acara
militer yang dihadiri oleh sejumlah utusan negara termasuk Singapura.
Berkat kejadian-kejadian itulah sosok Usman dan Harun sebagai patriot
bangsa menjadi dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Usman Janatin City Park Purbalingga |
Kembali ke sosok Usman Janatin, ia lahir di kota yang sama dengan Panglima
Besar Jenderal Sudirman, yakni Purbalingga, Jawa Tengah, pada 18 Maret
1943. Sebelum polemik Kapal Perang Usman-Harun menyeruak, namanya sudah
lebih dulu diabadikan sebagai nama taman di kota kelahirannya yakni Usman Janatin City Park Purbalingga.
Bulan
Maret lalu saya berkesempatan melihat taman yang dibangun di atas lahan
bekas pasar kota ini. Taman Usman Janatin berada 1,5 km di sebelah
barat alun-alun kota Purbalingga. Bagi yang datang dari luar kota, Taman
Usman Janatin bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 15 menit dari
Terminal Purbalingga ke arah utara. Itu yang saya lakukan saat turun di
Terminal Purbalingga Sabtu sore itu.
Meski berada di pusat
kota, tak perlu khawatir dengan kemacetan. Lalu lintas menuju Taman
Usman Janatin tidaklah ramai. Selain ruas jalannya yang lebar, beberapa
trotoar di sekitarnya juga masih nyaman ditapaki.
Tiba di pintu masuknya yang lebar, sebuah
bunderan yang luas menjadi halaman depan Taman Usman Janatin. Di tengah
bunderan tersebut diletakkan patung adipura berwarna coklat dan
keemasan. Dari bunderan ini jika langit cerah tanpa awan kita bisa
dengan jelas menatap Gunung Slamet dengan badannya lebar. Sayang hari
itu awan sedang berserakan sehingga saya hanya bisa menatap badan dan
punggung gunung, sementara puncaknya tertutup gumpalan awan.
Entertainment Centre, bangunan utama di Taman Usman Janatin. |
Tepat di belakang bunderan sebuah gedung bergaya
modern dengan cat oranye, hijau dan putih berdiri megah. Pada sisi
atasnya sebuah tulisan “Entertainment Centre” mungkin menandakan fungsi
dan isi di dalamnya. Tapi ketika melongok isinya saya tak menemukan
apa-apa selain ruangan kosong yang sepertinya sedang dibersihkan.
Seorang pegawai taman yang saya temui menjelaskan jika Taman Usman
Janatin sedang ditata ulang fungsinya. Rupanya taman ini sempat mangkrak
selama 1 tahun. Selama itu Taman Usman Janatin dengan gedung
entertainment centre dikelola secara tidak professional dan minim
pengawasan. Dengan penerangan yang kurang, saat malam hari taman ini
konon banyak digunakan untuk nongkrong para muda-mudi. Apalagi di
dalamnya sempat disediakan sarana permainan bilyar. Konsep tersebut
mengundang kritik banyak pihak karena dianggap membuka peluang kegiatan
yang kurang positif. Dengan menggunakan nama pahlawan, Taman Usman
Janatin semestinya menjadi ruang untuk kegiatan yang produktif dan
bermanfaat.
Panggung terbuka di sisi selatan taman |
Post a Comment